STRATEGIS NEWS | SUBULUSSALAM. Sedikitnya 21 orang warga Desa Namo Buaya yang masuk nama mereka dalam sertipikat di areal perkebunan PT. Sawit Panen Terus menyerahkan persoalan itu ke Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Kota Subulussalam.
21 warga terdiri dari 38 sertifikat tanah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Subulussalam pada tahun 2022 menunjuk YARA sebagai kuasa hukum mereka untuk mendampingi.
Hal itu ditandai dengan penyerahan surat kuasa dari 21 warga Desa Namo Buaya kepada tim hukum YARA pada tanggal 14 Juli 2024 lalu. ” Beberapa hari yang lalu 21 warga Desa Namo Buaya yang tiba-tiba ada namanya di sertifikat yang diterbitkan dari kantor BPN Kota Subulussalam meminta kami untuk mendampingi sebagai kuasa hukum mereka dan saat ini secara resmi dari 21 orang tersebut telah menandatangi surat kuasa ” Kata Ketua YARA Perwakilan Kota Subulussalam, Edi Sahputra Bako, Senin (22/7/2024).
Menurut Edi, sesuai keterangan klien nya bahwa ditemukan 38 Sertifikat tanah yang tercantum nama 21 warga Namo Buaya yang titik objeknya berada di areal perkebunan PT. SPT. Sedangkan, ke 21 orang warga tersebut mengaku tidak pernah mengurus atau mengusulkan sertifikat tanah ke Kantor Pertanahan Kota Subulussalam.
” Anehnya lagi, sertifikat itu kini diduga dikuasai PT SPT, sedangkan di sertifikat itu nama pemilik sah klien kami. Ini yang patut diduga ada permainan di balik terbitannya sertifikat tersebut dari Kantor Pertanahan ” Tambah Edi.
Lebih anehnya lagi, tambah Edi, terbitnya sertifikat tanah tersebut melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL. Sedangkan lahannya dikuasai pihak perusahaan PT SPT. Lebih lanjut, Edi mengatakan saat ini pihaknya sedang mengumpulkan bukti salah satunya foto citra satelit di tahun terbitnya sertifikat tersebut yaitu tahun 2022.
” Saat ini foto citra satelit itu sudah kita dapatkan dan jika dilihat foto citra satelit tutupan hutan di tahun 2022 atau tahun terbitnya sertifikat tersebut areal PT SPT masih terlihat hutan. Artinya, berat dugaan sertifikat diterbitkan dalam keadaan hutan di objek tersebut ” Kata Edi lagi.
Jurnalis| Baharuddin Brutu